Masih terdengar hujan dari luar kelas. Jam dinding menunjukkan angka tiga. Seharusnya sudah sejam yang lalu aku meninggalkan sekolah. Tapi, karena hujan deras terpaksa aku tinggal di sekolah lebih lama lagi. Aku tidak sendiri memang. Masih banyak yang menunggu hujan reda. Beberapa teman tetap berada di kelas, bercanda dengan yang lain, bermain kartu poker atau UNO. Beberapa teman lagi terlihat bermain gitar dan bernyanyi bersama. Ah, sungguh menyenangkan bisa berkumpul bersama teman-teman.
Tapi, aku tak bisa. Aku lebih nyaman jika aku tidak bersama mereka. Aku takut mereka tidak mau berteman denganku. Aku berdiri di dekat jendela, merasakan dinginnya kaca jendela yang terguyur hujan dari luar. Dari lantai atas, di belakang jendela itu, aku bisa melihat semuanya yang ada dari atas. Aku bisa melihat halaman sekolah yang luas. Aku bisa melihat lapangan basket yang tergenang air dan terguyur hujan deras.
Lima belas menit kemudian, hujan tampak mulai mereda. Tapi, tetap saja jika aku nekat menerobos hujan, seluruh tubuhku akan basah semua, dan buku-buku kesayanganku akan basah. Aku tak mau. Aku mengutuki diriku sendiri, kenapa aku bisa lupa membawa payung. Sebagian besar teman yang ada di kelas sudah beranjak pergi. Aku pun memutuskan untuk menunggu di bawah.
Ketika aku ingin keluar kelas, aku melihat sesuatu di atas bangkuku. Dan ternyata sebuah payung berwarna biru langit dengan kertas tersemat di atasnya.
"Untuk Meli. Pakailah payung ini, agar kamu tidak basah karena hujan. Meskipun hujan datangnya keroyokan, tapi jangan kau takut hujan. Karena hujan sebenarnya menyembuhkan. J"
Sedikit terkejut, meskipun aku merasa tersanjung. Tidak percaya jika payung itu sengaja dipinjamkan untukku. Tapi, di kartu itu jelas benar tertulis namaku. Aku penasaran. Tapi, aku memilih untuk mendiamkan pikiranku yang bermacam-macam. Tidak mungkin kan kalau aku punya secret admirer?
***
Duduk di dekat pohon besar rasanya sangat menyenangkan. Terasa sangat segar. Apalagi jika siang terik begini. Aku memang sering menyendiri duduk di bangku bawah pohon besar ini. Dari jauh terlihat menyeramkan, bahkan beredar mitos bahwa banyak penunggu di pohon ini. Tapi, aku tidak peduli. Aku justru senang karena aku memiliki tempat ini sendiri. Sembari menggambar sekenanya di buku sketsaku.
Tiba-tiba terlintas, siapakah pemilik payung itu. Aku tidak mau dibilang GR. Tapi, aku memang GR. Jangan-jangan, aku beneran punya penggemar rahasia. Penggemar rahasia? Bukankah aku juga seorang penggemar rahasia? Aku juga melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan orang itu, diam-diam memberikan sesuatu yang dia sukai.
Namanya, Dimas. Dia adalah seseorang yang sangat baik padaku. Dulu, dia pernah menolongku ketika aku tersesat waktu kemah, dan sejak itu, aku menjadi pengagum rahasianya. Kami tidak pernah kenalan, karena dia sama sekali terlihat tidak peduli denganku, dia bahkan tidak menanyakan namaku. Yah, mungkin karena dia memang berniat baik hanya ingin menolong orang yang membutuhkan, layaknya superhero. Dan aku mulai memperhatikannya.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR