"Dimaaasss!!" Suara Magenta berteriak memanggil. Aku mendongak sebentar. Mengalihkan tatapanku dari sketch-book. Tepat di depanku, tepat berdiri Dimas. Tampaknya dia sedang tidak sengaja lewat di depanku, kemudian, Magenta memanggilnya, dan itu membuat Dimas berhenti tepat di depanku. Jaraknya hanya sekitar lima meter dari tempatku duduk. Sekilas aku bertatap mata dengannya, tapi aku gugup, lalu aku menunduk. Mukaku sepertinya memerah. Beruntung, Dimas dan Magenta segera berjalan pergi. Ketika aku kembali mendongak untuk memastikan apakah Dimas masih berada di situ. Lagi-lagi kami bertatap mata, hanya sedetik saja, (mungkin), lalu aku kembali menunduk. Bagaimana bisa kami selalu bertemu mata? Jangan-jangan Dimas memandangku dengan tatapan aneh, atau bahkan melihatku karena aku terlihat aneh? Itu mengerikan.
***
Lagi-lagi aku hujan mengguyur. Padahal seharusnya aku pulang cepat. Dan lagi-lagi aku tak membawa payung. Aku harus tiba di rumah sebelum pukul setengah tiga. Sekarang sudah pukul dua siang, tapi hujan belum reda. Tidak begitu deras, tapi lumayan masih berbahaya kalau aku sampai hujan-hujanan. Sejak kutemukan payung biru langit itu, aku membawa payungnya tiap hari. Tapi, entahlah, hari ini, aku lupa membawanya. Aku menunggu di bawah. Masih ragu, antara nekat pulang atau tidak.
Aku bersiap untuk lari. Menyeberang lapangan upacara utama di depan dan menerjang hujan.
"Ini." Seseorang dari belakang mengulurkan sebuah payung. Aku menoleh. Lalu, seketika aku terdiam tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak menerima payung itu karena gugup, benar-benar gugup dan jantungku terasa telah lari ratusan kilo meter meninggalkanku. Setelah sekian detik, aku tetap terpaku kaku saking gugupnya. Dimas meninggalkan payungnya di depanku, di bawah kakiku, kemudian dia berlari menerjang hujan, meninggalkanku di sana. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
***
Rasa suka itu aneh. Tiba-tiba benci pada diri sendiri ketika kita merasa telah bertingkah konyol di depan orang yang kita sukai. Bagaimana pun kita ingin selalu terlihat menarik di depan orang yang kita suka. Kita ingin mencuri perhatiannya dengan apa yang kita lakukan. Tapi, nanti akan salah tingkah sendiri jika kita berhasil menarik perhatiannya. Itulah cinta. Benarkah?
Aku sudah menunggunya di depan kelas. Setelah beberapa hari, aku akhirnya memberanikan diri untuk mengembalikan payung Dimas. Lalu kemudian datang dari arah berlawanan. Lagi-lagi ternyata aku tak bisa sekuat yang aku bayangkan. Jantungku pasti berdegup lebih kencang. Dimas berjalan ke arah kelasnya. Maka tiba-tiba aku memutuskan untuk sembunyi. Dan dia lewat begitu saja. Mungkin aku harus mengembalikannya diam-diam.
***
Pagi itu aku masuk dengan tergesa-gesa. Sepertinya aku akan terlambat. Karena flu, kepalaku agak terasa pusing. Makanya aku tak bisa lari kencang seperti biasanya. Dan benar, aku terlambat datang ke sekolah.
3 jam kemudian...
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR