"Eh, tapi dibanding muka, suaramu lebih bagus, kok!" Aku buru-buru menutup mulut setelah mengucapkan kalimat itu. Ya ampun! Bisa-bisanya aku bilang seperti itu pada Denis! Pasti dia menganggapku aneh. Aku merutuki kebodohanku dalam hati sambil terus menunduk.
Denis terdiam. Tiba-tiba ia menarik tanganku, membuat langkahku terhenti. Denis memajukan wajahnya, hingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"Tadi kamu bilang suaraku bagus?" Denis menatapku lekat.
Aku mengangguk kecil.
"Serius?"
"Iya. Kenapa? Aneh ya? Maaf." Aku makin menunduk. "Aku tahu kamu bukan penyanyi. Tapi waktu berbicara suaramu enak didengar."
Denis terdiam. Tiba-tiba ia tertawa sampai membungkukkan tubuhnya.
"Loh ada apa?" Aku jadi bingung sendiri.
"Enggak apa-apa. Jadi, ehm...kamu suka suaraku?"
Pipiku merona merah. "Iya."
"Kalau begitu, kamu harus nonton TV jam 6 sore nanti di Channel 9. Harus, lho. Kalau nonton, kabari aku. Ini nomor hapeku." Denis memberiku kertas yang tertulis nomor hapenya. Aku menatapnya makin bingung. Ada apa sebenarnya?
***
Sesuai ucapan Denis, aku menonton TV tepat pukul 6 sore. Rupanya sedang ditayangkan film kartun bertema keluarga berjudul Family Complex. Untunglah aku punya kacamata cadangan di rumah, jadi bisa leluasa menonton.
Sambil makan popcorn, aku menonton film kartun itu. Sebenarnya, aku pernah menonton film ini di laptop. Aku mendapatkan file filmnya dari Nia sepupuku. Tapi, menurutku tidak masalah menonton lagi.
Musik intro mengalun. Seorang anak laki-laki berlari melintasi halaman. Napasnya terengah. Tiba-tiba ia menoleh ke belakang saat mendengar seseorang meneriakkan namanya.
"Aku akan mengerjakannya nanti, Ayah!" seru anak laki-laki itu agak kesal.
Seketika aku terbatuk mendengarnya. Suara itu sangat familiar di telingaku. Tapi, bagaimana bisa? Tunggu sebentar...jangan-jangan...aku tercekat. Seketika aku meraih hapeku dan menekan nomor telepon seseorang.
"Kok bisa?!!" Aku kontan berteriak saat Denis mengangkat telepon.
"He-he-he, kamu sedang nonton ya? Sebenarnya, keluargaku berprofesi sebagai dubber. Ibuku sering menawariku untuk menjadi dubber. Katanya suaraku bagus, artikulasiku juga. Aku cuma butuh belajar agar terbiasa."
"WOW!"
"Family Complex ini film pertama di mana aku mengisi suara tokoh utamanya. Biasanya aku cuma mengisi suara tokoh figuran."
"Keren! Suaramu bagus! Enggak salah kalau ibumu mengajakmu jadi dubber."
"Terima kasih. Kamu orang pertama yang tahu kalau diam-diam aku berprofesi sebagai dubber."
Jantungku berdetak cepat saat mendengarnya. Apa aku boleh berharap kalau Denis menganggapku spesial?
"Eh, Alia, kamu masih nonton, kan? Silakan nonton lagi. Besok kita ngobrol lagi di sekolah, ya. Sekalian aku mau ganti kacamatamu yang kupecahkan. See you."
Denis menutup telepon. Mataku segera terpaku pada layar televisi. Di sana, anak laki-laki yang menjadi tokoh utama tengah mencabut rumput dengan muka ditekuk.
"Ayah menyebalkan! Apa aku tidak bisa mendapat ayah pengganti yang lebih memahamiku?"
Aku tersenyum senang. Ah, suara Denis memang indah!
(oleh: eni lestari, foto: rebloggy.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR