Narsha semakin heran. Beribu pertanyaan seketika menumpuk di kepalanya. Ia mulai merasa takut. Dan ketakutannya semakin nyata saat darah segar mengalir dari pelipis kanannya. Narsha memegang darah itu. Matanya membelalak. Bibirnya tidak dapat bergerak.
"Vino?!" sapa seorang gadis yang tiba-tiba datang menemui Vino.
Wajah yang tidak asing bagi Narsha seketika muncul.
"Sani." Narsha terheran. Semua ini membuatnya bingung luar biasa. Kenapa Sani tiba-tiba muncul.
"Eh, hai, San!" balas Vino.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya Sani lembut. Ia menunjuk bangku yang sedang diduduki Narsha.
Narsha semakin bingung. Sani pun menduduki kursi yang diduduki Narsha setelah Vino menyilahkannya. Dan. Tembus. Sani dapat menembus tubuh Narsha. Narsha semakin panik. Ia berdiri. Matanya bergantian melihat Vino dan Sani. Tatapan nanar menguasainya.
Narsha menangis. Ia baru menyadari kondisi tubuhnya yang penuh darah. Tangannya, kakinya, dan badannya, penuh dengan luka. Dan kepalanya masih mengeluarkan darah. Ia berlari meninggalkan rumah makan itu. Meninggalkan Vino. Dan juga Sani.
Narsha terus membatin. Apa hidupnya telah berakhir? Apa semuanya tinggal kenangan? Keluarganya. Sahabat-sahabatnya. Terputar bagai memori yang sayang untuk dihilangkan. Ia masih tidak menyangka kecelakan tadi telah menghilangkannya dari dunia nyata. Ini semua terjadi begitu cepat. Ketakutan dan kepanikan terus melekatinya.
Narsha ingin ke rumahnya untuk melihat paras keluarganya yang terakhir kali. Narsha berlari. Terus berlari. Dengan air mata yang sudah ribuan tetes keluar. Namun sebuah batu menghentikan pelariannya. Ia terjatuh. Tidak sadarkan diri.
* * *
Narsha berada di suatu tempat gelap. Beratapkan langit kelam. Ia melihat sesosok manusia yang sangat ia sayang dan ia rindukan. Kak Adif. Kakaknya yang meninggal karena kecelakaan sekitar tiga tahun yang lalu.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR