Ree asli kesel berat. Gondok. Ini orang dibaik-baikin kok tetep aja judes? Nyebelin banget! Pengen gue tamper mukanya. Tapi demi kemenangan, gue mesti sabar...sabar.... Ree menarik nafas dalam-dalam, mengelus dadanya sambil komat-kamit ngucap sabar 50 kali. "Ngapain lo komat-kamit? Mau ngedukunin gue?"
"Eh, enggak kok, enggak...gue cuma mau ngomong sama lo," kata Ree, takut mangsanya pergi.
"Iya cepet!"
"Ok! Ok! Tapi jangan di sini. Suasananya enggak pas." Ree menarik lengan baju Galih ke bawah pohon beringin besar yang sepi.
"Lepas!" Galih menepis tangan Ree.
"Kenapa sih, Lih, lo enggak suka ama gue?" tanya Ree denga muka dibuat semerana korban gempa 8 skala richter.
"Karena gue benci sama lo! Puas? Udah, lo cuma ngebuang waktu gue!" Galih beranjak pergi. Tapi Ree menahannya.
"Tapi Lih..." Ree terdiam sebentar, "Gue...cinta sama lo..." katanya lirih. Galih mendelik kaget. Mereka berdua saling menatap, tapi asli nggak ada romantis-romantisnya, Ree menatap mesra cenderung melas, Galih melotot shock campur bingung.
"Kayanya lo mulai gila!" Galih bergegas pergi.
"Galih..!" Ree pura-pura sedih, kepalanya tertunduk. Tapi setelah punggung Galih enggak kelihatan lagi, tawanya meledak. "HUA-HA-HA...kena lo! Tunggu aja lanjutan ceritanya Galih. Skenario keren dari calon sutradara pemenang piala Citra, ha-ha-ha!" Ree terus ketawa ngakak.
***
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR