"Hehhh, kok kamu malah bengong sih?" Rico tertawa sambil menguncangkan bahuku pelan. "Eh Lit, gambar apa kali ini?"
"Hmm?" Aku menoleh pelan. "Ah ini - kamu enggak boleh tahu." Wajahku bersemu merah.
"Aku enggak boleh tahu?" Rico membulatkan matanya lucu. "Hmm, ini gambar pantai, kan?"
Aku cepat-cepat menurunkan gambar itu dari tempat canvas dan menyimpannya di bawah meja. Gambar itu...adalah gambar pantai tempat pertama kali aku bertemu dengan Rico. Ya, sudah sekian lama aku memendam perasaan-hmm, apa bisa kusebut suka-pada sahabatku ini. Pertama kali kami bertemu, ketika aku berumur 7 tahun. Ketika itu, orangtuaku baru meninggal dunia, aku sering menangis dan menyendiri di pantai. Dan Rico, yang orangtuanya bercerai - juga sedang menyendiri di sana. Bedanya, tangisanku lebih keras daripadanya.
"Liiiiit! Kamu kenapa, sih? Kok dari tadi bengong terus? Keluar yuk, jangan di kamar terus," Rico tersenyum membujuk. "Ayolah, sepertinya kamu lagi pengen ke pantai, kan?"
"Hmm?"
***
Pantai itu terlihat indah - seperti biasanya, setidaknya dalam ingatanku. Rico segera membukakan pintu mobil dan menarik tanganku.
"Huaaaaaah, enak ya selalu di pantai," kata Rico sambil tersenyum lebar ke arahku, kemudian memandang ke arah pantai di hadapan kami yang terbentang indah. Kami, Rico dan aku, selalu mencintai suara, bau, segalanya tentang pantai - yang menurut kami sangat menenangkan. Aku sendiri juga menyukai pasir pantai. Lembut, hangat, sekaligus kasar. Penuh dengan kombinasi yang menarik.
"Lit, kamu pernah jatuh cinta?" Rico mendadak membuka matanya dan melihat tajam ke arahku. Aku kontan tersipu malu, wajahku terasa panas.
Rico tertawa renyah. "Ih, jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta, ya? Ha-ha-ha, sama siapa hayo?"
Aku menggeleng cepat. "Enggak kok, jangan sok tahu. Memang kamu iya?"
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR