"Ya ampun! Norris...ke..na..pa?..dengan sigap Melody menggendong Norris. Cairan putih yang keluar dari mulut Norris menimbulkan pertanyaan.
Waduh, kenapa lagi ini kucing. Sbenci-bencinya Melody sama ini kucing, tapi dia masih punya hati nurani.
Melody menuruni tangga dengan buru-buru. Di bukanya pintu gerbang tanpa mengacuhkan peringatan Pak Eko yang terus memanggilnya. Yang berada dipikirannya sekarang adalah...apa yang dialami Norris? Melody berlari menyusuri palang yang membelok ke arah jalan raya. Perutnya terasa sakit. Napasnya tersengal-sengal, di pikirannya sekarang ialah membawa Norris ke dokter hewan. Dia ingat ada dokter hewan dekat daerah sini. Ia terus berlari secepat kedua kaki itu membawanya. Hujan turun mengiringi langkah Melody yang diam tanpa suara. Norris ia lindungi di bawah jaketnya. Dengan tidak putus asa ia bertanya kepada orang-orang di sekeliling jalan.
Sebrang lampu merah itulah jawabannya. Melody menyebrang jalan dan menemukan dokter hwan bernama Dr. Hadis.
"Selamat datang, ada yang..."
"Tolong...kucing sa...ya..sakit..tolong..duh.." potong Melody dengan kata-kata yang tertahan oleh desahan napasnya.
Dengan cepat, Norris dibawa ke ruang periksa. Melody menunggu dngan khawatir. Sekujur tubuhnya basah diguyur hujan. Tidak pernah ia merasakan setakut ini. Pilihan hidup atau mati itulah yang membawanya sampai ke sini. Tak terasa air matanya mengalir. Ia menunggu dengan sabar.
Menurutnya, Norris perlu hidup. Kalau ia tak menemukan Norris di depan pintu, maka Melody tak menjamin nasib Norris sekarang ini.
"Nona," panggil dokter.
Melody cepat-cepat menyeka air matanya dan menghampiri dokter bernama Hadis itu.
"Kucing saya..."
"Tenang..ia tidak apa-apa. Ia keracunan makanan, tapi tidak terlalu parah. Anda dapat membawanya pulang sekarang," jelas sang dokter.
Melody merasakan kelegaan mendalam di hatinya. Misi penyelamatannya berhasil sukses. Dipandangnya Norris yang sedang mendengkur di tempat tidur yang di sediakan dokter Hadis. Ia mengulurkan tanggannya untuk mengelus Norris. Rasa gemetar yang ia rasakan kini menjadi rasa sayang dan iba melihat Norris.
***
Kucing itu ternyata kalau tidur lucu banget. Bulu Norris lembut. Melody jadi merasa bersalah. Dulu ia suka bnget main sama Norris, sampai-sampai Norris enggak boleh lepas dari pelukannya. Cuma Norris teman satu-satunya. Teeman-teman Mel yang lain jahat semua, mereka enggak mau temenan sama Mel. Yah... kalau dipikir-pikir Mel sering ngejailin Norris dulu. Pantas saja dia nyakar Mel.
"Norris, gue minta maaf, ya."
Lho? Kok gue jadi sayang lagi sama ini kucing? Hmm...enggak apa-apa deh, yang penting dia enggak kenapa-napa, batin Mel.
Melody kembali duduk dengan tenang. Dipandang jam dinding berbentuk Winie The Pooh di sudut pintu masuk.
"Ah...masih jam sebelas lewat limapuluh, bentar lagi jam dua belas."
Dengan santai, ia meneguk air putih yang sudah disediakan dokter Hadis.
"Hbbbuhh...." Melody menyemprot air itu keluar dari mulutnya.
"Apa? Jam dua belas? Ya ampun, BANDARA!"
Oleh: Lanamey S
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR