***
"Kamu enggak masuk dulu?" tanya Melody, Glenn hanya menggelengkan kepalanya. Cukup sudah tiga kali bertamu ke rumah Melody. Suasana rumahnya sangat tidak nyaman. Melody hanya mengangkat alisnya. Ia langsung masuk ke dalam halaman rumahnya. Dipencet bel rumahnya di sudut pintu.
Klik...pintu dibuka.
"Melody?" sahut seorang tante di depan Melody. Sosoknya sangat glamour. Cincin opal besar menghiasi jari-jemarinya yang sehat-sehat berisi.
"Tante Claine?" Melody memeluk wanita di depannya.
Tante Claine baru saja datang dari Yogyakarta. Tante Claine adalah adik dari papanya. Melody menggandeng tantenya masuk.
Waduh, apa ini ya? Sosok berbulu, berkumis, kaki empat, berekor dan bunyinya,"Meong...meong..."
"KUCING...KUCING...TOLONG!!" teriak Melody ketakutan saat hewan itu melingkar manja di kaki Melody. Reflex, Melody langsung menendangnya dan melompat ke sofa.
"Melody? Kamu kenapa, ini Norris..dulu kamu kan sering main sama Norris kecil," Tante Claine heran saat melihat Melody jadi panic.
Norris? Norris? Pikir Melody. Norris itu kucing betina tante Claine. Waktu Melody berumur empat belas tahun, Norris masih anak kucing. Tapi, saat Melody bermain bola kecil dengan si Norris, kucing itu mencakar wajah Melody. Sampai-sampai Melody harus dibawa ke dokter karena infeksi. Sejak saat itu, Melody sangat membenci kucing. Apalagi dengan cakarnya yang telah menodai wajahnya.
"Hush..hush!" Melody mengusir Norris yang terus menatapnya tajam. Dengan memberanikan diri, Melody berlari ke arah kamarnya. Ia membuka laci mejanya dan mengambil buku diari kesayangannya.
Dear, diari
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR