Mereka terdiam.
"Lo tahu sesuatu tentang dia?" Tanya si cowok berinisial "Di" itu.
"Err..Stahu gue dia sudah punya cowok sekarang," jawab temannya.
"Hmmm. Telat ya, gue? Segalanya sudah berubah sekarang."
"Yaa, sayang banget. Padahal kalian cocok, lho. Sinar dan cahaya, arti nama kalian..."
"Itu memang kesalahan terbesar dalam hidup gue..."
"Kenapa?"
"Karen ague enggak pernah bisa memilih..."
Percakapan terhenti sejenak. Ada merasakan cowok tadi akan mulai bercerita, mmulai sebuah kisah.
"Semua berawal karena gue tidak sebaik kakak gu. Enggak pinter, enggak rajin...Orangtua gue merasan aneh, karena seharusnya gue punya kesamaan dalam dua hal itu sama kakak gue. Kami sama-sama dikasih nasi, dididik dngan cara yang sama... Puncaknya, pas gue gagal dapet beasiswa ke Inggris. Seperti yang lo tau, bokap gue orang yayasan sekolah, katanya gue ini malu-maluin dia banget dengan gagal dapet beasiswa..." terdengar bunyi dentingan gelas dan sendok yang beradu, salah satu dari mereka mengaduk kopinya. "Gue ditekan terus...Enggak boleh main-main, pokoknya gue harus menyamai kakak gue."
"Apa bedanya? Dia juga pintar, tapi dia tetap punya perasaan ke elo..."sanggah si teman.
"Buat gue, dia berpengaruh banyak. Dia adalah penyemangat, pemotivasi, dan pengatur mood gue. Kalau gu lihat dia dekat sama cowok lain, atau denger gosip tentang dia, mood gue gampang banget turun. Gue jadi sering bête dan enggak bisa konsen. Ditambah kalau gue lihat kakak guee, selama bertahun-tahun enggak pulang. Pasti orangtua gue juga penginnya gu begitu, tamatin sekolah dulu, baru pulang. Artinya bakal lama banget gue enggak bisa ketmu dia. Gue makin engga semangat belajar."