Telepon genggamku bergetar. Suaranya sangat nyaring karena beradu dengan meja belajar yang keras. Dengan kesal kubuka pesan singkat yang mampir subuh-subuh begini. Dari Kara. Ada apa ya, dia mengirimku SMS subuh-subuh begini?
***
2 jam, 22 menit, 2 detik menuju tes seleksi masuk UI
"Innalilahi Wa Innailaihi Rojiun. Tlah brpulang ke Rahmatullah shbt kt tcinta, Ilouka. Ilouka meninggal d RS Medika Jaya pkl 04.38. Mhn sempatkan wktu untuk mndoakannya. Tlng sebar SMS ini y..."
Ternyata ada janji-janji yang tidak bisa ditepati sekalipun si pengobral janji tidak berniat ingkar janji. Dadaku sesak oleh rasa bersalah. Egois, sombong, tukang janji, pengkhianat, semuanya menyeru untuk menghakimiku. Ke mana saja aku selama ini? Ada di mana aku hari-hari terakhir ini? Ketika sadar, ternyata sahabatku telah meninggal dunia.
Kita bersama-sama lari untuk tujuan yang sama. Untuk semua angan-angan yang menjadi harapan Ilouka juga. Kita bersama-sama berjuang untuk mencapai semua. Aku jatuh, menangis, kelelahan, dan tertawa untuk tujuan yang sama dngan Ilouka. Tapi Ilouka harus berhenti di sini, dan aku masih bisa berlari. Terlalu banyak yang berputar di pikiranku yang begitu terbatas. Ngilu mengingat semua kata-kata sombongku kemarin.
"Iya..iya..Besok aku janji bakal jenguk dia. Toh tinggal 24 jam lagi...Ilouka enggak bakal ke mana-mana ini kan..."
Aku sombong dengan takdir yang ternyata bisa merebut Ilouka kapan pun, dalam keadaan apapun. Aku terlalu hanyut menghitung waktu untuk diriku sendiri. Di saat yang bersamaan, ada yang berjuang menghitung setiap jengkal kemungkinan untuk hidup. Ada perjuangan berat lain yang tidak pernah terpikirkan oleh akalku yang sempit ini. Ketika aku berjuang mengejar cita-cita, Ilouka mmperjuangkan hidupnya. Dan dengan sangat egois, aku tidak mmedulikan perjuangannya. Rasanya semua usahaku menjadi sia-sia. Setiap waktu yang habis untuk tujuanku menjadi kabur di titik ini. Keterlaluan jika aku terus berlari mengejar harapan-harapanku sedangkan Ilouka harus mengubur harapan-harapannya.
Aku akan berhenti di sini. Aku akan berhenti sebentar dari segala tujuanku. Sekadar menyampaikan salamku yang terlambat untuk Ilouka. Hhhh... batal ikut tes seleksi? Mungkin aku masih punya seribu kesempatan lagi untuk mencoba. Sedangkan Ilouka? Dia bahkan belum sempat berusaha...
"Harusnya jangan menyerah dulu..Harusnya jangan pulang dulu, Ilouka...Kamu belum sempat jadi dokter dan aku belum jadi insinyur mesin."
***
3 jam, 5 menit, 55 detik menuju ke rumah
Jalanan Jakarta selalu ramai sekalipun hari minggu. Aku baru tahu setelah Ilouka tidak ada. Dia mengidap tumor di perutnya. Ilouka yang masih dengan mimpinya menjadi dokter harus pulang secepat ini, dengan cara ini.
Bajuku basah oleh air mata sekaligus keringat. Aku tidak tahu aku menangis untuk apa. Untuk Ilouka yang pergi tadi pagi atau untuk mimpiku yang menguap bersamaan dengan kepergiannya. Sekarang jam sepuluh lewat lima menit menurut jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Harusnya aku sedang pusing mengerjakan tes seleksi tapi kini aku malah berada di mobil. Membawaku dan semua pikiranku pulang ke rumah.
Tidak apa. Benar-benar tidak apa.
Aku masih punya waktu lain. Aku akan menemukan mimpiku di lain kesempatan.
***
Oleh: Nike Nadia
Alumni Coaching Cerpen kaWanku 2009
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR