Setahun lebih aku berjuang dengan mimpi buruk bahwa ia akan datang kembali, butuh waktu lama supaya aku enggak lagi terngiang dengan hinaan yang dia berikan kepadaku.
Aku berani menceritakan ini karena aku enggak mau korban dan pelaku bertambah banyak. Karena sejatinya, yang korban pun bisa saja menjadi pelaku.
Ketika pacar sudah berkata kasar bahkan hingga menghina, kita harus sadar hubungan tersebut enggak perlu dilanjutkan.”
Kisah Kedua: “Pacarku meninju pipiku dan meludahiku.”
Diangkat dari kisah nyata seorang beauty blogger dengan inisial L, yang juga berhasil keluar dari pacaran yang enggak sehat.
“Aku pacaran dengan cowok ini dari semester dua kuliah, saat itu umurku 18 tahun. Pacarannya 3 tahunan. Tapi kekerasan fisik yang aku terima dimulai ketika usia pacaran memasuki usia 1,5 tahun.
Cowok yang juga teman sekelasku pas kuliah itu sudah kayak sahabatku sendiri, makanya kekecewaan aku enggak pernah bisa aku obati sampai detik ini. Aku sudah memaafkan tapi untuk menerima dia kembali walaupun hanya sebagai teman, aku enggak bisa.
Dia orangnya mudah temperamen. Masalah sekecil apapun bisa jadi besar buat dia. Anak pertama dari 3 bersaudara, si sulung yang juga dimanja oleh orangtua.
Kekerasan fisik yang paling aku ingat itu adalah ketika kita beradu pendapat dan ujung-ujungnya terjadi pemukulan, dan sebagainya.
Dia pernah meninju pipi kanan dan kiri sampai aku ngerasa ikhlas kalau aku harus mati saat itu juga. Dia juga menendang paha, memukul atas dada sampai berkali-kali, menjambak, memukul kepala, dan sebagainya.
Tentunya aku minta putus tapi dia sempat minta maaf sampai sujud-sujud minta pengampunan dan janji enggak akan mengulanginya lagi, yang ternyata bohong.
Sampai mendekati 3 tahun kami pacaran, kami kembali bertengkar. Kali ini lebih parah dari sebelumnya. Secara verbal, dia menghina-hina ibu dan bapakku, dan juga menghina aku sebagai perempuan.
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR