Saat seseorang menjadi korban dari kasus kekerasan, baik kekerasan fisik emosional atau seksual, enggak jarang kita melihat banyak yang lebih percaya kepada kesaksian pelaku kekerasannya atau setidaknya mendukung pihak si pelaku.
Misalnya saja dalam kasus kekerasan seksual, pasti korbannya yang terlebih dulu disalahkan seperti cara berpakaian atau enggak mampu menjaga diri. Atau dalam kasus selingkuh misalnya.
Seseorang yang selingkuh sebenarnya juga melakukan bentuk kekerasan emosional. Tapi siapa yang disalahkan? Lagi-lagi korbannya yaitu si pacar/pasangannya yang sering diklaim enggak pernah merawat diri sehingga wajar kalau pasangannya selingkuh.
Sebenarnya kenapa, sih, hal ini bisa terjadi? Ini dia 3 alasan kenapa orang-orang cenderung percaya sama pelaku kekerasan daripada korbannya!
(Baca juga: 8 Mitos Tentang Eating Disorder yang Enggak Perlu Kita Percaya)
Pelaku yang memutarbalikkan fakta
Alasan yang pertama kenapa banyak orang cenderung membela pelaku kekerasan adalah karena kemampuan si pelaku untuk memutarbalikkan fakta.
Pertama-tama, si pelaku akan mengumpulkan sebanyak-banyak alasan untuk kemudian dia jadikan tameng biar orang lain menganggapnya sebagai pihak yang enggak bersalah, atau perilakunya dicap ‘wajar’.
Misalnya ketika melakukan kekerasan seksual terhadap suatu korban, si pelaku bakal bisa memutarbalikkan fakta dengan memberi kesaksian kalau dia merasa ‘tergoda’ lah sehingga menjadi ‘wajar’ kalau dia melakukan tindakan kekerasan seksual tersebut.
Halo Effect
Hallo effect atau juga sering dikenal dengan efek halo adalah salah satu bentuk penilaian bias terhadap seseorang yang didapat dari menggeneralisasi salah satu karakteristiknya. Hallo effect ini juga bisa dijadikan ‘senjata’ bagi si pelaku kekerasan.
Misalnya saja, pelaku kekerasan yang memiliki perawakan wajah ganteng, penampilan berwibawa, dan lain sebagainya, bakal dianggap enggak mungkin melakukan suatu tindakan kekerasan.
Dari bentuk penilaian bias ini pun, banyak orang yang pada akhirnya lebih percaya sama kesaksian pelaku kekerasan ketimbang sama kesaksian si korban.
Ketidakmampuan mayoritas orang untuk menghadapi logika yang semestinya
Alasan lain yang sama kuatnya kenapa banyak orang yang cenderung percaya sama pelaku kekerasan adalah karena ketidakmampuan mayoritas orang untuk menghadapi logika yang semestinya.
Dalam bukunya yang berjudul The Sociopath Next Door, Dr. Martha Stout menyatakan bahwa ketika seseorang bersikap kasar, menyakiti, atau memperlakukan kita dengan buruk, secara enggak sadar kita terperangkap dalam proyeksi kesadaran moral dan empati kita kepada si pelaku.
Akhirnya kita cenderung merasionalkan perbuatan mereka dengan menyatakan hal tersebut sebagai ‘salah paham’. Tujuannya enggak lain untuk mengurangi kemungkinan hal-hal buruk lain yang mengikutinya.
Misalnya banyak korban kekerasan seksual yang memilih buat menutup mulut karena takut disalahkan atau menghindar dari rasa malu.
Hal-hal seperti ini lah yang menyebabkan banyak orang cenderung berpihak pada pelaku dan mengamini segala bentuk pembelaannya.
(Baca juga: 6 Mitos Seputar Kehamilan yang Enggak Masuk Akal. Jangan Dipercaya!)
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR