Rose - Jasmine

By Astri Soeparyono, Senin, 22 September 2014 | 16:00 WIB
Rose - Jasmine (Astri Soeparyono)

"Kami bukanlah sahabatnya! Kami hanya berpura-pura baik padanya!" seru Naura marah. "Aku benci padanya! Aku benci Rose yang selalu pamer semua barang-barang mewahnya! Selalu menarik perhatian cowok-cowok dengan kelakuannya yang genit itu!" lanjutnya berapi-api.

"Naura...teganya kau! Bukankah kita bertiga sudah bersahabat lama?" tanya Rose lirih di antara sesenggukan tangisannya.

"Itu menurutmu! Aku hanya memanfaatkan kepopuleranmu saja, Rose! Ha-ha-ha, sakit, kan, rasanya dicerca seperti itu? Seperti yang kau lakukan pada Jasmine?" kata Naura sengit. Jasmine tertunduk sambil terus menangis.

"Dan kau Jasmine! Kenapa kau berusaha menolongnya? Rose telah mencemoohmu tadi? Dia tidak pantas untuk ditolong, Jasmine!" tanya Syafira dengan nada sengit.

"Dia temanku! Dia juga sudah kuanggap sebagai sahabatku walaupun ia tidak menganggapku demikian! Kalian gadis licik! Aku tahu semua yang terjadi telah kalian rencanakan sebelumnya!"

Kedua mata Naura dan Syafira berkilat-kilat menatapku dengan marah.

"Sudahlah! Sebaiknya jangan membuat keributan di rumahku!" seru Abbas menarik perhatian kami semua.

"Siapa kau?!" tanya Naura.

"Aku kakak Rose. Dan kalian telah menyakiti adikku! Lebih baik kalian cepat pergi dari sini sebelum kutendang kalian satu persatu!" hardik Abbas dengan wajahnya yang dibuat seserius mungkin.

"Dan kau dua gadis yang sudah menyiksa adikku! Jika kalian masih mengganggu Rose dan Jasmine, tak segan-segan akan kulaporkan perbuatanmu itu pada polisi!" ancam Abbas pada Naura dan Syafira yang membuat mereka berdua bergidik ketakutan.

"Ih, kakak malu-maluin aja!" Rose merajuk kesal.

"Kamu ini yang malu-maluin! Masa tuan rumah disiksa kayak gitu! Ha-ha-ha..." balas Abbas, dan seperti biasa diakhiri dengan suara tawanya yang renyah.

***

Satu minggu berlalu. Naura dan Syafira tidak menggangguku atau pun Rose lagi. Hanya saja, aku dan Rose belum saling bicara satu sama lain. Dan hal itu membuatku sedih dan merindukannya.

Dan bagaimana kabar Abbas sekarang? Aku merindukan suara tawanya yang renyah. Ah! Bukan merindukan! Tapi ingin mendengar saja!

"Kulihat banyak murid cowok yang berusaha mendekatimu sekarang," kata seseorang di belakangku yang membuatku terhenyak dari lamunanku.

"Rose?!" seruku senang.

"Jangan terlalu senang. Aku hanya ingin memberikan surat ini padamu." Ia menyodorkan sepucuk surat dengan amlop warna hitam padaku. Hitam?

"Itu dari Abang. Kurasa ia ingin mengajakmu keluar. Sebaiknya kamu mau karena hal itu akan menghentikan kegilaannya menyebutkan namamu terus di depanku!" lanjutnya.

Aku tersenyum simpul. Abbas yang unik. Mungkin hitam adalah warna kesukaannya.