Membeli Waktu

By Astri Soeparyono, Sabtu, 11 Mei 2013 | 16:00 WIB
Membeli Waktu (Astri Soeparyono)

            Lalu suara lirihnya menjawab, "Season's of Love. Lagu lama sih, dari Broadway. " Kutolehkan kepalaku, lalu mataku dimanjakan dengan pemandangan dirinya. Kepala ditelengkan sedikit, bermandikan cahaya matahari senja. Sejak saat itu, aku selalu tercengang saat melihatnya melintas. Aku mencari alasan sederhana untuk berada di dekatnya. Bahkan saat kelas kami akhirnya terpisah di kelas XII, aku tetap mencarinya.

            Aku terdengar seperti cowok yang tidak punya nyali, kan? Tapi jawab dulu pertanyaanku. Bagaimana aku bisa merebut perhatiannya di saat tatapannya tak pernah tertuju padaku  ?

***

            Ini semester terakhir bagi anak kelas XII. Semester di mana kepala kami hanya dijejali soal, pengetahuan, pengulangan materi, kelas tambahan dan satu target. Kami harus lulus UAN.

            Kelas tambahan sore hari ini tidak terasa begitu berat untukku. Karena hari ini, selain belajar, aku dapat melihatnya sepuas hatiku. Dia selalu akan mampir ke kelasku, atas permintaan guru bahasa Inggris, untuk membantu memberikan tutor untuk mata pelajaran tersebut.

Sekolah kami menerapkan sistem student reaching student. Jadi siswa yang dinilai lebih handal dalam satu pelajaran, akan dijadikan tutor untuk yang lainnya. Entah kenapa, dibanding Bu Melia, penjelasannya jauh lebih mudah dimengerti. Atau itu hanya diriku yang beranggapan demikian?

            Saat masuk, kulihat dia menenteng buku soal untuk latihan hari ini. Tubuhnya membungkuk, mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan Bu Melia untuk materi hari ini. Rambut-rambut halus yang tidak terikat membingkai halus wajahnya dan sinar matahari yang mulai membayang sore ini membuat dia semakin indah dipandang.

            Dia mulai bergerak, mencari kelompok yang harus dibantunya sore ini. Datang ke sini, bergerak tiga langkah lagi ke arahku. Ayolah....

            Kakiku ditendang Riadi, teman sebangkuku. "Lo liat siapa yang dateng!"

            Dan tiba-tiba...dia bergabung dengan kelompokku! Beberapa orang yang menjadi anggota kelompokku pun ikut merapat dan bergabung.

            "Dre, gue gabung sini, ya!" ucap Lila. Tanpa basa-basi, Lila membalik kursi di dekatku sehingga meja individual ini menjadi terbagi dua untukku dan dia.

            Riuh rendah sorak-sorai teman sekelasku membahana. Sore ini, aku akan memandang wajahnya dengan puas. Aku akan merekam setiap momen baik-baik.