Aku berdiri dan menarik tangan Aldo untuk segera duduk, "Cepat jelaskan padaku apa isi kado ini dan untuk siapa?"
"Sabar dong, Ra."
"Bagaimana aku bisa sabar? Semalam aku hanya tidur tiga jam gara-gara kado itu. Aku terus menerka-nerka isi kado itu dan tiba-tiba aku merasakan aura mistik dalam kadomu itu," jawabku setengah berbisik.
"Ha-ha...." Aldo tergelak setelah mendengar omonganku.
Aku terkejut. "Kok malah tertawa, sih?"
"Ha-ha...." Aldo tertawa semakin keras. Aku jadi takut, jangan-jangan Aldo kerasukan setan pohon beringin.
"Hei, kamu enggak kerasukan, kan?" aku merasa ngeri melihat Aldo tertawa seperti itu.
"Ha-ha. Vira, aku enggak kerasukan, kok. Kamu lucu sih, sok-sok mistik. Padahal kado itu isinya cuma kue cokelat."
"Cuma kue?" Aku merasa bingung. "Terus kenapa kamu ngelarang aku buat buka kotak itu?"
"Begini, Ra..." Aldo menarik napas. "Aku belajar membuat kue cokelat dari buku resep Mamaku. Seminggu yang lalu aku mencoba mempraktekkan hasil belajarku dan rencananya akan kuhadiahkan padamu ketika aku mengutarakan cinta. Karena gugup, malam itu aku lupa membawanya. Jadi aku hanya memberimu setangkai bunga matahari."
"Lalu?" aku semakin penasaran.
"Karena kue cokelat yang aku buat hanya tahan tiga hari, aku buat lagi kue yang baru, tadinya aku akan memberikannya kemarin. Namun ternyata aku salah memberikan kado. Aku baru menyadarinya tadi malam. Kue yang ada di dalam kado yang kamu terima kemarin itu adalah kue basi. Aku melarang kamu membukanya karena aku tahu kamu selalu tidak tahan untuk memakan cokelat yang ada di hadapanmu. Gawat, kan, kalau kamu makan kue basi. Nah, Seharusnya aku memberikan kado yang ini." Aldo menyodorkan kotak yang mirip dengan kotak yang aku pegang.
Cantik yang Berkesadaran, ParagonCorp Ajak Beauty Enthusiast Terapkan Conscious Beauty Lewat Beauty Science Tech 2024
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR