Joni, Eno, Ega, dan Ahmad diam membisu. Dalam ketegangan mereka melihat sendiri beberapa bayangan itu tampak bergerak seperti melompat-lompat Jangan-jangan...
Seolah seperti dikomando, kelima anak itu mengangkat kepala mereka perlahan-lahan dan melihat satu kepala pocong mengintip dari pintu ruang tamu.
"WHUAAAA..!!" praktis mereka berlima menjerit sekencang-kencangnya dan kalang kabut berusaha kabur meninggalkan ruang tamu. Saat itu mereka mendadak jadi egois, ingin menyelamatkan diri sendiri. Untungnya Eno sempat menyambar lengan Dila, sementara Joni, Ega, dan Ahmad kabur entah kemana.
"Sekarang bagaimana, No?" tanya Dila yang sudah hampir menangis.
"Kita cari Bu Pinong aja!" usul Eno ngos-ngosan. Dila, nih vila gede amat
"Bener juga," Dila setuju. "Dia pasti bisa bantu kita."
Rupanya ada sedikit masalah. Vila ini punya beberapa kamar. Dan mereka mesti memeriksa semuanya untuk bisa menemukan Bu Pinong.
"Eh No, yang itu tuh" Dila menunjuk ke sebuah pintu yang bertuliskan PINONG. Dengan ragu Eno mengulurkan tangan dan mengetuknya. Terdengar suara berderit yang menyeramkan dan pintu itu terbuka. Mereka berdua menunggu dengan tegang...
Tak ada siapa-siapa. Yang terlihat hanya sebuah ranjang besar dengan selimut yang menggelembung di salah satu sisinya. Meskipun ragu-ragu, kedua cewek iu tetap mendekat.
"Bu Pinong?" panggil Eno takut-takut.
"Kayaknya dia tidur, No!" bisik Dila. 'Tarik aja selimutnya."
"Hus, itu namanya nggak sopan!" tukas Eno. "Coba aku panggil sekali lagi. Bu? Bu Pinong? Ibu tidur ya?"
Tak ada sahutan. Eno mencoba memanggil lagi. Tetap hening. Dicobanya sekali lagi dan tak ada hasil. Akhirnya Eno nekat menyibakkan selimut itu dan...
"AAAARGH... POCOOONG...!" keduanya menjerit superkencang saat mendapati ada tubuh terbujur dengan balutan kain kafan muncul di balik selimut yang disibakkan Eno. Dila langsung merosot pingsan di lantai. Eno keburu kabur sebelum sempat menyadarkan Dila.
Di ruang tamu, Eno tak menemukan siapa-siapa. Joni, Ega, dan Ahmad raib tak berbekas. Eno jadi ketakutan setengah mati. Cewek itu mengeluarkan HP- nya, hendak menghubungi Ajie. Ketika dia sedang memencet nomur HP Ajie, mendadak cewek itu merasakan benturan yang keras di bahunya. Eno mengira kawan-kawannya sudah kembali. Dengan lega dia berbalik dan...
"AAAARRGH,..!" Eno menjerit ketika ada pocong yang menyandarkan kepala di bahunya. Kemudian datang meloncat-loncat satu lagi pocong yang mendekati Eno. Kemudian lagi, lagi, dan lagi. HP di tangan Eno terlempar ke lantai ketika cewek itu merosot pingsan.
Di luar, papan nama yang tadi bertuliskan Vila Kosong mendadak berubah tulisan menjadi Vila Pocong.
***
Ajie mondar-mandir di kamarnya. Pikirannya tak tenang, Dia lupa memberitahu adik-adik kelasnya tentang sebuah kawasan yang dilarang untuk didekati karena sering terjadi kejadian-kejadian aneh di sana.
Ajie berulang kali menelepon mereka, tapi tak pernah diangkat. Akhirnya dia meninggalkan pesan di HP Eno.
"Eno, ini aku Ajie. Jangan pernah masuk ke dalam Vila Kosong yang muncul secara gaib di sekitar kalian. Menurut info yang aku dapat, vila itu akan berganti nama menjadi Vila Pocong tiap Jam dua belas malam. Para penjaganya juga berubah menjadi pocong. Sudah banyak orang yang hilang di vila itu. Meski dari luar kelihatan nyaman, tapi vila itu sangat berbahaya. Kalian cepat pergi sejauh-jauhnya! Oh ya, hati-hati terhadap wanita yang mengaku bemama Pinong. Dia itu adalah pimpinan pocong."
Ajie menarik napas lega. Cowok itu lantas pergi tidur dengan pikiran yang jauh lebih rileks dibandingkan tadi, tanpa dia tahu bahwa peringatannya akan sia- sia belaka
Oleh: Diah Ayu Indriani
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR