Belakangan Indonesia dihebohkan oleh aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh beberapa warga Cikupa, Kabupaten Tangerang terhadap pasangan kekasih, R (28) dan M (20) pada Sabtu, 11 November 2017.
Warga menggrebek dan menuduh keduanya berbuat mesum di kontrakan. Padahal pada kenyataannya R dan M enggak melakukan hal tersebut.
Warga beserta ketua RT kemudian menganiaya dan menelanjangi keduanya, lalu merekam kejadian tersebut. Setelah video itu viral, polisi kemudian mengamankan tersangka.
Nah, belakangan banyak yang menjelaskan kejadian ini sebagai kasus persekusi. Padahal sebenarnya kasus yang menimpa R dan M ini disebut main hakim sendiri. Terus, apa itu persekusi dan seperti apa contoh kasusnya di Indonesia? Berikut infonya.
(: Pasangan Kekasih Dianiaya oleh Warga Cikupa, Kenapa Main Hakim Sendiri Bisa Terjadi?)
Menurut Masyhur Effendi, Taufani Sukmana Evandri (2007), persekusi adalah perampasan dengan sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar dan berhubungan dengan meniadakan identitas kelompok yang merupakan pelanggaran hukum internasional.
Sama dengan main hakim sendiri, dalam tindakan persekusi, korban juga diintimidasi, diteror, dianiyaya dan disiksa. Bedanya persekusi bersifat lebih sistematis dan terencana.
Persekusi juga berkaitan dengan ras, pandangan agama atau politik. Sedangkan pada kasus Cikupa, sifatnya lebih umum. Jadi seharusnya dikategorikan ke dalam main hakim sendiri, girls.
Beberapa tahun belakangan, cukup banyak kasus persekusi terjadi di Indonesia. Mayoritas di antaranya berangkat dari isu agama dan politik. Contohnya 5 kasus berikut ini.
Pada bulan Juni 207 lalu, sebuah video tindak persekusi viral di media sosial. Dalam video itu, korban PMA dikelilingi oleh belasan orang yang diduga berasal dari ormas tertentu. Korban PMA mendapat perlakuan intimidasi karena dituduh telah mengolok-olok salah satu ormas keagamaan dan pimpinannya melalui postingan medsos.
Fiera menjadi korban persekusi pada tanggal 22 Mei 2017 lalu. Saat sedang berada di dalam mobil bersama anak-anaknya, beberapa orang mendekat dan mengetuk kaca mobil. Karena ketakutan, Fiera menghubungi Kanit intel polisi kota Solok.
Orang-orang tersebut ternyata adalah anggota ormas yang meminta Fiera untuk mengeluarkan pernyataan maaf resmi atas postingan Facebook-nya yang dianggap menghina seorang tokoh ormas.
Setelah kejadian di dalam mobil, Fiera juga menerima teror di media sosial dan kediamannya sendiri.
Nasoem Sulaiman, warga rumah susun Pulogebang membubarkan ibadah kebaktian pada 23 September 2017. Nasoem yang seorang pekerja bangunan, membawa kapak dan gergaji dan mengancam sekelompok anak yang tengah melakukan ibadah.
Dia berteriak-teriak dan mengeluarkan kata-kata SARA dan diskriminatif.
Pengeroyokan yang menimpa pendukung Ahok-Djarot, Widodo, terjadi pada tanggal 6 Januari 2017 malam. Kejadian ini berawal dari aksi adu mulut antara Widodo dan pengeroyoknya pada siang harinya.Salah satu tersangka, Irfan, ditahan setelah menyerahkan diri ke polisi diantar oleh kedua orang tuanya pada tanggal 8 Januari 2017.