CewekBanget.ID - Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia tahun lalu, banyak hal berubah, termasuk seluruh kehidupan kita.
Secara umum, bukan hanya virus corona yang mengancam nyawa banyak orang, kondisi sosial dan ekonomi akibat pandemi ini juga memburuk bagi sebagian orang.
Di tengah situasi ini, mungkin kita juga banyak mendengar berbagai pesan untuk selalu berpikir positif, tetap berbahagia, dan senantiasa produktif meski aktivitas menjadi terbatas dan kita dibayangi ketakutan penyebaran virus.
Tapi sadar atau enggak, pesan-pesan seperti ini justru berpotensi menjadi toxic positivity, lho!
Baca Juga: 3 Cara Mengubah Pola Pikir Agar Enggak Jadi 'Toxic Positivity'!
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah asumsi bahwa setiap orang harus tetap berpikir positif atau memiliki positive vibes, terlepas dari kesulitan atau rasa sakit emosional yang dihadapi orang tersebut.
Berbeda dengan dukungan positif, toxic positivity melihat perasaan atau emosi negatif sebagai sesuatu yang buruk, sehingga pikiran positif dan kebahagiaan harus dipaksakan.
Akibatnya, kita pun berusaha menolak atau menganggap salah perasaan dan emosi lain yang seharusnya lumrah dialami manusia demi tampak baik-baik saja dan selalu gembira.
Padahal seharusnya perasaan sedih, marah, sakit, dan sebagainya juga kita terima sebagai bagian dari diri dan kehidupan kita lho girls, asalkan kita enggak terlalu berlarut-larut di dalamnya.
Bahaya Toxic Positivity
Toxic positivity, khususnya di tengah situasi yang sulit seperti pandemi saat ini, sebetulnya enggak membuat kondisi kita menjadi lebih baik.
Malah, perasaan positif yang terlalu dipaksakan seperti itu bakal membuat kita menutup mata dan menolak kenyataan bahwa situasi yang sedang kita hadapi memang sedang enggak baik-baik saja.
Akibatnya kita akan mengabaikan berbagai tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi kesulitan ini dan berpikir kalau kondisinya enggak separah itu.
Selain itu, secara umum, kita jadi punya kecenderungan untuk menahan perasaan negatif dalam diri kita dan hal itu dapat memengaruhi kondisi kesehatan mental kita sendiri.
Baca Juga: Ubah Stres Jadi Energi Positif, Ini 7 Cara yang Wajib Kita Coba!
Tanda dan Contoh Toxic Positivity
Toxic positivity dapat dikenali ketika kita menutupi perasaan kita yang sebenarnya, menolak perasaan dan emosi tertentu, merasa bersalah ketika kita enggak berpikir positif, mengabaikan perasaan orang lain dengan menyuruh mereka agar merasa lebih baik, mengatakan bahwa situasinya bisa saja menjadi lebih buruk dan memaksa mereka untuk bersyukur, dan sebagainya.
Selain itu, kita mungkin secara sadar atau enggak sadar pernah mendengar atau bahkan mengatakan kalimat yang dapat menjadi toxic positivity.
Kalau kita pernah mendengar kalimat seperti, "Enggak usah dipikirkan, stay positive!" "Kita enggak boleh gagal," "Kalau aku saja bisa, kenapa kamu enggak?" dan sebagainya, itulah yang dimaksud dengan toxic positivity.
Memang terdapat perdebatan dan perbedaan pendapat mengenai apa saja yang merupakan bentuk toxic positivity, tapi jika hal-hal tersebut membuat kita enggak mau menerima perasaan negatif dan meremehkan orang lain yang memiliki emosi berbeda dari kita, berarti rasa positif yang berusaha kita miliki justru enggak sehat, girls.
Baca Juga: Gaya Hidup Minimalis Tuh Bermanfaat Lho. Pasti Bikin Lebih Bahagia!
Cara Menghadapi Toxic Positivity
Kalau kita harus menghadapi toxic positivity, entah dari diri kita sendiri atau orang lain, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan.
Yang paling penting untuk diingat, jangan mengabaikan atau menahan perasaan dan emosi kita sendiri, baik atau buruk. Kita bisa menuliskan seluruh perasaan kita kalau memang dibutuhkan.
Biasakan juga untuk mendengar dan memvalidasi perasaan orang lain, meski mungkin mereka merasakan hal yang berbeda dari kita.
Alih-alih memaksa mereka untuk selalu bersyukur dan berpikir positif, biarkan mereka tahu kalau kita ada untuk mendengarkan dan mendukung yang terbaik untuk mereka.
Kemudian ingatlah bahwa merasa enggak baik-baik saja itu enggak apa-apa, kok. Biarkan diri kita menerima emosi seperti kesedihan atau kekecewaan, dan percayalah bahwa enggak semua hal harus sempurna.
Yang terakhir, kita mungkin perlu menjadi lebih realistis dan menyadari bahwa memang enggak semua situasi dapat dilihat dari sudut pandang positif.
Ketika suasana di sekitar kita terlalu buruk dan kita enggak dapat memaksa diri untuk tetap positif, ada baiknya kita beristirahat sejenak untuk membiarkan seluruh perasaan kita meluap.
Memang enggak semua hal akan baik-baik saja, tapi kita enggak sendirian di sini, girls.
(*)
Source | : | Healthline,Very Well Mind |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR