"Enggak ah, gue enggak ikut!" Fahri menolak. Fahri memang tipe orang yang jaim. Dia tidak mau wibawanya sebagai ketua kelas jatuh gara-gara permainan konyol itu.
"Udah, duduk sini! Mainkan, Cin!" Oka menarik badan Fahri hingga terduduk di sebelahnya. Fahri masih berusaha memberontak tapi tarikan Oka jauh lebih kuat. Oka memang salah satu atlet basket berbadan kekar.
"Kita bergiliran memegang gelas air mineral ini. Enggak boleh jatuh! Kalo musik yang gue putar berhenti, siapa yang pegang terakhir dialah yang kena truth or dare! Setuju?" Cindy meletakkan music player di tengah meja.
"Yang ngasih tantangan siapa?" tanya Amanda.
"Orang yang ada tepat di sebelah kanan si korban! Ready?" Cindy memberi aba-aba. Semua temannya tampak siap. Di luar hujan mulai turun. Cindy lalu memutar musik. Gelas air mineral itu segera bergerak, semakin lama semakin cepat. Dan tiba-tiba musik berhenti.
"Alex, elo yang kena!" ujar Cindy. Alex melirik sebelah kanannya. Dion.
"Truth or dare?" Dion bertanya kepada Alex.
"Dare-lah! Tantangan apa aja berani gue lakuin!" Alex berkata sambil sedikit menepuk dadanya.
Dion berpikir, tantangan apa yang cocok untuk Alex, bocah tinggi kurus yang kadang sok jagoan itu. Tiba-tiba dia melihat Pak Darman, guru biologi sedang mengajar di kelas seberang.
"Elo harus bawain semangkok soto ayam buat Pak Darman sambil bilang kalo elo sayang banget sama beliau! Itu, Pak darman lagi ngajar di kelas depan!" Dion berkata dengan santai sambil mengunyah keripik kentang kesukaannya.
"Cuma itu? Gue bisa lakuin lebih dari itu!" Alex tersenyum. Dia segera beranjak. Tak lama kemudian dia kembali dengan semangkok soto ayam yang tampaknya masih hangat. Alex berjalan menuju kelas seberang. Dia melewati taman yang sedang diguyur rintik hujan. Lalu Alex menghentikan langkahnya, tepat di tengah taman.
"Pak Darman, ini saya persembahkan semangkok soto buat Bapak sebagai wujud rasa sayang dan rasa terima kasih saya kepada Bapak yang telah mengajar dengan sabar selama ini!" Alex berteriak kencang. Tak hanya Pak Darman yang terkejut, tapi juga beberapa guru dan siswa di kelas yang berdekatan. Pak Darman keluar kelas dengan wajah bingung.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR