Sejak Tahun 2007, 11 Murid Meninggal Karena UN. Depresi Lalu Bunuh Diri Penyebab Terbanyak

By Aisha Ria Ginanti, Kamis, 1 Maret 2018 | 23:30 WIB
Sejak Tahun 2007, 11 Murid Meninggal Karena UN. Depresi Lalu Bunuh Diri Penyebab Terbanyak (Aisha Ria Ginanti)

Setiap tahunnya Ujian Nasional alias UN enggak pernah terlepas dari drama. Mulai dari kebocoran soal, gangguan teknis yang menyebakan UN-nya terganggung hingga kasus murid tewas karena bunuh diri.

Yap, Senin (10/4) lalu, Amelia Nasution, siswi SMKN 3 Padangsidimpuan, Medan, dikabarkanya meninggal bunuh diri.

Amelia meminum racun tanaman setelah merasa depresi akibat diintimidasi oleh guru di sekolahnya.

Penyebab Amelia diintimidasi adalah karena dia dan dua orang temannya, yaitu Iddia Annur dan Rini Afrianti, membongkarkan kecurangan guru yang membocorkan soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2017 pada seorang anak guru.

Pada Tribunnews Medan, Iddia dan Rini bilang kalau anak guru E diberi bocoran soal sedangkan murid yang lain enggak. Mereka pun memutuskan untuk membongkar kasus ini di medsos.

Namun ternyata yang terjadi adalah ketiganya dipanggil oleh seorang guru BK (Bimbingan Konseling) dan dua guru lainnya untuk diinterogasi. Mereka diancam akan dimasukan ke penjara dan diberi denda Rp750 juta.

Ancaman dan tekanan tersebut membuat Amelia depresi berat hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan minum racun rumput yang dia beli di warung.

Kejadian murid yang bunuh diri saat masa UN memang bukan cerita baru. Sejak tahun 2007 tercatat ada setidaknya

Hingga tahun 2015, kasus bunuh diri atau meninggalnya murid karena UN ini, umumnya disebabkan oleh tekanan tinggi yang harus mereka hadapi. Maklum saja, hingga tahun 2015, UN jadi syarat utama kelulusan siswa.

Alhasil UN jadi momok super mengerikan yang menghantui mereka, stres berat hingga depresi menimpa para peserta UN. Hingga bunuh diri pun dianggap jadi solusi saat mereka enggak lulus UN.

Bunuh Diri

2008

Edi Hatano (19) siswa SMA di Besuki. Sempat mengurung diri beberapa hari sebelum akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Malu dan depresi karena enggak lulus UN.

2009

Tri Sulistiono (21) mengalami depresi selama dua tahun setelah gagal lulus UN pada tahun 2007 di sebuah SMA di Banyumanik. Memilih mengakhiri hidup dengan melompat ke sumur.

2010

Wahyu Ningsih (19) siswi SMKN di Muaro Jambi menelan racun jamur tanaman setelah tahu dia gagal lulus UN matematika. Padahal dia meraih nilai tertinggi untuk pelajaran B. Indonesia.

Kamaruzaman (18) gantung diri di rumahnya di Kalideres, Jakarta. Menurut keluarga dan polisi, dia bunuh diri karena stres enggak lulus UN SMA.

2013

Fanny Wijaya (16), siswi SMP PGRI Pondok Petir, Bojongsari, meninggal gantung diri di rumahnya, di Depok. Menurut polis korban bunuh diri karena takut enggak lulus UN. 

Seorang siswi SMA nekat bunuh diri dengan terjun ke Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten, karena enggak lulus UN.

2014

Leony Alvionita (14) siswi SMP Negeri 1 Tabanan, Bali, meninggal dengan mencekik lehernya menggunakan dasi seragam sekolah. Dia merasa depresi setelah mengerjakan soal matematika.

Meninggal karena depresi dan sakit

2007

Imam Rizki Yuliantoro, murid SMPN 29 Semarang meninggal setelah ikut UN matematika. Dia punya sakit jantung dan sesak napas yang kambuh karena mengalami stres berat saat UN.

2008

Arin Triyani (15), siswi SMPN 2 Geger, Madiun, Jawa Timur, tiba-tiba pingsan setelah selesai mengerjakan soal UN IPA, kemudian dinyatakan meninggal karena sakit jantung.

2010

Nur Hayati, siswa SMK Budi Utomo, Cilacap, Jawa Tengah, tiba-tiba lemas, pingsan kemudian meninggal dunia, ketika sedang mengerjakan soal UN matematika.

Maraknya kasus murid bunuh diri karena depresi mengahadapi UN membuat pelaksanaan UN banyak dikecam.

UN menjadi syarat kelulusan, pertama kali diterapkan tahun 2005 saat pemerintahan SBY oleh Menteri Pendidikan Nasional saat itu, Bambang Sudibyo. Selanjutnya UN terus jadi kontroversi.

Menurut aktivis pendidikan Indonesia sekaligus mantan mantan Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina (alm) Utomo Dananjaya, metode penilaian UN sebelum tahun 2015 itu sudah usang dan hanya berdampak berat secara psikologis bagi para siswa.

Hal ini dikarenakan proses belajar selama tiga hingga enam tahun, hancur oleh angka atau nilai yang didapat atau ditentukan hanya dalam beberapa hari.

Untungnya, pada tahun 2015, Kemendikbud memutuskan kalau UN enggak lagi jadi syarat penentu kelulusan, tapi masih jadi salah satu syarat untuk bisa masuk perguruan tinggi.

Semenjak itu juga, enggak banyak lagi muncul berita siswa depresi apalagi sampai bunuh diri karena UN.

Sayangnya, tahun ini, kondisi yang positif ini terganggu karena oknum guru enggak bertanggung jawab.

Kembali muncul seorang siswi (Amelia) yang depresi kemudian bunuh diri dalam masa UN.

Tapi kali ini bukan karena sistem UN yang memberatkan namun justru karena mencoba membongkar kecurangan dalam UN yang akhirnya malah diintimidasi oleh guru yang jadi pelaku. Sungguh ironis, ya.

Sayangnya, tahun ini, kondisi yang positif ini terganggu karena oknum guru enggak bertanggung jawab.

Kembali muncul seorang siswi (Amelia) yang depresi kemudian bunuh diri dalam masa UN. Tapi kali ini bukan karena sistem UN yang memberatkan namun justru karena mencoba membongkar kecurangan dalam UN yang akhirnya malah diintimidasi oleh guru yang jadi pelaku. Sunggu ironis, ya.

(Cari tahu tentang suicidal thoughts di sini agar kita bisa lebih waspada)

Ujian Nasional terus mengalami perubahan, tentunya berusaha ke arah yang lebih baik. Seperti pelaksanaan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) yang lebih merata tahun ini, meski pun belum semua. 

Setidaknya banyak peserta yang merasa kalau UNBK ini jauh lebih baik dan efisien daripada UN Kertas Pensil (UNKP). Cari tahu pendapat para peserta tentang UNBK di sini ya.

Yang penting, seperti apa pun bentuk UN-nya, semoga untuk selanjutnya pelaksanaan Ujian Nasional tingkat apa pun enggak akan pernah diwarnai lagi oleh berita seorang murid yang bunuh diri.