"Masuklah. Jangan takut. Kau telah menempuh perjalanan yang panjang untuk sampai kemari, Gadis Pemberani," ujar peramal itu melambaikan tangan memerintahkan Rachel untuk duduk di kursi kecil. Rachel menurut. Kini, ia dan si peramal duduk berhadapan. Sebuah meja kecil dengan taplak ungu yang panjang hingga menyentuh lantai tanah berada di antara mereka.
"Coba kulihat telapak tanganmu."
Rachel mengangsurkan tangannya.
Perempuan peramal itu mengusapnya sebentar. Keningnya berkerut sedikit lalu senyumnya terkembang.
"Apakah garis tanganku menyedihkan?" tanya Rachel sedikit khawatir.
"Tidak. Sama sekali tidak. Bagiku, garis tanganmu menyenangkan." Peramal itu mengerling sembari tersenyum misterius. Rachel dapat melihat sepasang matanya yang sehijau zamrud itu begitu kontras dengan kulit wajahnya yang berwarna zaitun. Peramal yang cantik, bisik Rachel dalam hati.
"Terima kasih. Kau juga cantik, Gadis yang Kesepian."
Rachel berjengit kaget.
"Kau bisa membaca pikiranku? Dari mana kau tahu aku sering kesepian?" tanya Rachel bertubi-tubi.
Peramal itu melemparkan senyum yang seakan berkata, aku seorang peramal, yang membuat gadis itu tersipu telah bertanya hal yang konyol.
"Dulu aku pun kesepian. Tapi sekarang tidak lagi." Telunjuk peramal itu mengarah pada sebuah rak kaca mungil yang penuh berisi boneka-boneka cantik. Bermata besar dengan warna rambut dan kulit yang berbeda-beda. Rachel memekik kecil karena riang.
"Ada satu yang cocok untukmu." Si Peramal berdiri dan membuka lemari kaca lalu mengambil salah-satu dari boneka-boneka cantik itu.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR