Lili merasakan berharganya lipatan kertas itu. Lipatan yang, mungkin saja bisa jadi penyelamatnya.
'Sekali ini saja.... Sekali ini saja.' Suara hati kiri unggul jauh dari yang kanan. Suara kanan bungkam. Sembunyi di pojok hati. Mengecil. Tidak berarti.
Tepat di saat yang bersamaan, mata Lili tertumbuk dengan tubuh Enik Sensei. Guru itu melihatnya. Bukan. Bukan melihat Lili. Tapi melihat Suti. Sementara Suti yang sedang mencontek tidak sadar bahwa Enik Sensei sedang mengamatinya.
Jantung Lili berdegup kencang. Apa yang akan Enik Sensei lakukan? Memanggil Suti ke ruang guru? Tidak boleh ikut ujian semester? Dibentak di depan, kelas atau...diskors? Ah, Suti sedang tidak beruntung.
Tapi tidak.
Enik Sensei tidak mengatakan apa pun. Hanya saja, ada air mata yang jatuh dari sisi-sisi matanya. Mata indah dengan maskara sederhana. Ia pergi.
Lili mematung.
Enik Sensei tidak kembali sampai pelajaran usai.
***
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR